Rabu, 20 November 2013

HIKAYAT BENTENG DI KERAJAAN GOWA

Bagian dalam benteng Fort Rotterdam (foto by: daenggassing.com)

Warga Makassar mungkin hanya mengenal benteng Fort Rotterdam dan benteng Somba Opu, padahal dua benteng itu hanya dua dari 14 benteng peninggalankerajaan Gowa-Tallo. Berikut adalah bagian pertama dari cerita tentang benteng-benteng di kawasan kerajaan Gowa-Tallo.

Setiap kerajaan di Nusantara ini sepertinya punya peninggalan bernama benteng. Sebuah bangunan yang oleh para ahli sejarah disebut sebagai bagian dari pertahanan diri, kelompok maupun wilayah kerajaan dari serangan dari luar. Tidak terkecuali kerajaan Gowa-Tallo yang berpusat sebagian besar di tiga wilayah kota dan kabupaten di Sulawesi Selatan yaitu Makassar, Gowa dan Takalar.
Pada awal abad XIV sampai awal abad XVIII muncul kerajaan-kerajaan di Nusantara yang mempunyai sistem tata kota yang lebih modern menyerupai sistem tata kota yang ada sekarang. Pada masa itu pula jalur Nusantara mulai terkenal sebagai jalur perdagangan rempah-rempah yang menarik minat negeri-negeri jauh baik dari Eropa maupun Asia.
Belakangan muncul negara-negara tertentu yang berniat untuk menguasai jalur perdagangan tersebut sehingga membuat kerajaan-kerajaan Nusantara yang umumnya berpusat di pesisir pantai membangun benteng-benteng di sekitar pusat pemerintahan mereka sebagai sebuah bentuk pertahanan atas serangan negeri tertentu.

Awal Berdirinya Benteng di Kerajaan Gowa

Kerajaan Gowa-Tallo sendiri mulai mengalami kemajuan pesat di bawah pemerintahan raja Gowa IX Tumapakrisik Kallongna. Sejak erat Tumanurung hingga Raja Gowa VIII Tunijallok Ri Passukki tidak ada tanda kemajuan dari kerajaan Gowa.
Raja Gowa IX membuat undang-undang perang, mengatur pejabat-pejabat dalam kerajaan, memungut bea untuk mengisi kas negara dan mulai melakukan penaklukan ke kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan itu antara lai: Garasi, Katingang, Parigi, Siang, Sidenreng, Lembangang, Bulukumba, Selayar, Panaikang, Cempaga, Maros, Polombangkeng dan sebagainya ( Mattulada, 1991:25)
Keadaan ini juga menjadi landasan mulainya kerajaan Gowa mengenal benteng sebagai alat pertahanan. Pada masa Raja Gowa IX ini pula diputuskan untuk memindahkan pusat kerajaan Gowa dari daerah Tamalate ke daerah Somba Opu serta menetapkan Somba Opu sebagai pusat administrasi pemerintahan dan perekonomian kerajaan Gowa.
Kerajaan Gowa kemudian berkembang lebih pesat, utamanya ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511 dan pusat badar niaga di tanah Jawa mulai mengalami kemunduran. Para pedagang kemudian mengalihkan jalur perdagangan mereka ke Somba Opu.
Untuk menjamin keamanan mereka, maka dibangunlah berbagai benteng pertahanan. Dalam beberapa sumber sejarah menyebutkan kalau Raja Gowa IX Karaeng Tumapakrisika Kallonna yang mengawali pembangunan benteng Kale Gowa dan benteng Somba Opu. Selanjutnya dibangun pula beberapa benteng lain, sehingga menurut catatan sejarah kerajaan Gowa-Tallo memiliki 14 buah benteng yaitu: Benteng Somba Opu, Tallo, Ujung Tanah, Ujung Pandang, Mariso, Bontomarannu, Panakkukang, Bayoa, Garassi, Barombong, Kale Gowa, Ana Gowa, Galesong dan Sanrobone.
Sebaran waktu pendirian benteng kerajaan Gowa
Akibat dari perjanjian Bungayya ( Cappaya ri Bungaya ) yang ditandatangani hari Jumat tanggal 18 November 1667 antara pihak Kerajaan Gowa yang ditandatangani oleh Sultan Hasanuddin sebagai raja Gowa XVI dengan Speelman dari pihak Belanda (VOC) maka 12 benteng tersebut kemudian harus dihancurkan. Hanya ada 2 benteng yang disisakan yaitu benteng Somba Opu sebagai pusat kerajaan Gowa dan benteng Ujung Pandang yang diserahkan kepada VOC untuk kemudian menjadi pusat pemerintahan Belanda.
Benteng Somba Opu sendiri sebagai pusat pemerintahan kerajaan Gowa dua tahun setelah perjanjian Bungaya kemudian hancur akibat perang yang cukup besar (Mattulada, 1991:92), sedang benteng Ujung Pandang diubah namanya menjadi Fort Rotterdam.
Kini sebagian besar dari benteng-benteng peninggalan kerajaan Gowa tersebut hanya tinggal puing-puing yang terpinggirkan di tengah hiruk-pikuknya pembangunan infrastruktur kota Makassar dan sekitarnya. Sebagian bahkan raib sama sekali dan hanya meninggalkan catatan sejarah dan tradisi bertutur dalam masyarakat.

Letak dan Fungsi Benteng

14 buah benteng yang dibangun pada masa kejayaan kerajaan Gowa-Tallo itu sekarang berada pada 3 wilayah daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan. 60% berada dalam wilayah Kota Makassar, 30% dalam wilayah Kabupaten Gowa dan 10% berada dalam wilayah Kabupaten Takalar. Nama dari masing-masing benteng umumnya melekat pada lokasi keletakannya secara administratif seperti nama dusun, kampung, keluarahan atau kecamatan.
Sebaran benteng menurut administrasi sekarang
Umumnya benteng-benteng tersebut dibangun kerajaan Gowa untuk menjelaskan hegemoni mereka sekaligus sebagai penghubung antar daerah dengan pusat kerajaan. Benteng tidak hanya berfungsi sebagai perlindungan terhadap serangan musuh tapi juga menjadi tempat pemukiman.
Kerajaan Gowa termasuk kerajaan maritim, karena itulah sebagian besar benteng berada di pesisir pantai yang memanjang dari utara hingga ke selatan.
Benteng Somba Opu sebagai benteng pertama yang dibangun diakui sebagai benteng yang paling rapih pembangunannya. Terbuat dari batu bata dan batu andesit yang disusun rapih menghadap ke laut lengkap dengan bastion dan meriam yang ditempatkan pada dinding sebelah barat. Tembok sebelah barat yang lebih tebal merupakan bukti pertahanan kerajaan berbasis maritim yang sudah memperhitungkan serangan dari laut.
Benteng Tallo yang dibangun sejaman dengan benteng Somba Opu berfungsi sebagai pertahanan bagi kerajaan Tallo tempat raja-raja Tallo sekaligus mangkubumi kerajaan Gowa bermukim. Posisinya yang tidak jauh dari laut dengan pembangunan yang rapih dan persenjataan yang lengkap merupakan bukti kalau benteng ini adalah perkuatan kerajaan Gowa-Tallo di sisi utara.
Benteng Sanrobone yang terletak di ujung Selatan dibuat dari batu bata dengan konstruksi yang juga rapih. Berfungsi sebagai pusat pertahanan istana dan pemukiman kerajaan Sanrobone. Benteng tersebut diyakini didirakan setelah masa penaklukan kerajaan Sanrobone oleh kerajaan Gowa.
Benteng Ujung Pandang yang terletak di tengah-tengah antara pusat kerajaan Gowa dan Tallo dibangun berbentuk trapesium dengan bahan batu bata. Benteng ini juga dilengkapi dengan persenjataan, dimaksudkan sebagai benteng untuk mengawasi keadaan di laut sekaligus menjamin pertahanan dua kerajaan, Tallo di Utara dan Gowa di selatan benteng.
Benteng Panakkukang dan benteng Barombong berfungsi sebagai benteng pertahanan yang dibangun untuk memperkuat benteng pusat Somba Opu. Keduanya berfungsi sebagai pertahanan di wilayah selatan Somba Opu dan juga pertahanan untuk wilayah hunian di sekitarnya serta pengawasan sumber daya alam yang dimiliki oleh kerajaan Gowa.
Benteng-benteng lain yang dibangun di sekitar pantai seperti Mariso dan Bontomarannu difungsikan sebagai benteng pertahanan yang dibangun untuk kepentingan perang dan sebagai mesin perang. Sementara itu benteng Garassi dan Bayoa sebagai benteng yang terdekat dengan benteng induk Somba Opu di sebelah selatan berfungsi sebagai pertahanan pusat hunian dan sumber daya alam.
Literatur sejarah dan tradisi tutur yang hidup di kalangan menyebutkan bahwa benteng Somba Opu sebagai benteng utama kerajaan adalah benteng pusat kerajaan yang didukung oleh benteng-benteng pengawal ( palili : bahasa Makassar).
Demkianlah pengantar cerita tentang benteng-benteng kerajaan Gowa-Tallo. Pada tulisan berikutnya kita akan mengenal lebih jauh benteng-benteng tersebut.
(tim @MksNolKm ; disarikan dari tulisan Muhammad Iqbal AM – Determinasi Lingkungan Dalam Penempatan Benteng-Benteng Kerajaan Gowa Tallo Abad XVI-XV ; Kepingan Mozaik Sejarah Budaya Sulawesi Selatan – Iwan Sumantri – Penerbit Ininnawa)

SOURCE : http://makassarnolkm.com/hikayat-benteng-kerajaan-gowa-1/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar