* Intervensi Belanda di Lombok, 1894
——————————————————————————————————————-
Intervensi Belanda di Lombok, 1894.
Intervensi Belanda di Lombok, 1894.
Intervensi Belanda di Lombok dan Karangasem terjadi pada tahun 1894, dan merupakan bagian dari serangkaian intervensi Belanda di Bali dan sekitarnya, yang pada akhirnya menjadikan di Bali dan Lombok terkolonisasi secara penuh sebagai bagian dari Hindia Belanda pada awal abad ke-20.
Pada Juli 1894, Belanda berkeputusan untuk mengirimkan ekspedisi militer dengan tujuan menggulingkan kekuasaan penguasa Mataram. Tiga kapal dikirim dari Batavia, yaitu Prins Hendrik, Koningin Emma, dan Tromp, untuk mengangkut 107 perwira, 1.320 tentara Eropa, 948 tentara pribumi, dan 386 kuda.
Sejak bulan Agustus 1894, pasukan Bali mulai menentang kehadiran militer Belanda dalam konflik tersebut. Pada malam hari tanggal 25 Agustus 1894, secara mendadak mereka menyerang kamp militer Belanda yang berpenghuni 900 orang yang didirikan di dekat Istana Mayura di Cakranegara, dan berhasil menewaskan lebih dari 500 orang tentara, pelaut, dan kuli yang berada di sana. Di antara korban tewas serangan tersebut adalah Jenderal P.P.H. van Ham, panglima pasukan Belanda. Belanda kemudian mundur dan berkubu dalam benteng di pinggir pantai.
Belanda kembali dengan bala bantuan tambahan di bawah komando Jenderal Vetter. Mataram diserang hingga benar-benar hancur.
Pada tanggal 8 November 1894, Belanda secara sistematis menembakkan meriam kepada posisi pasukan Bali di Cakranegara, sehingga menghancurkan istana, menewaskan sekitar 2.000 orang Bali, sementara mereka sendiri kehilangan 166 orang.
Pada akhir November 1894, Belanda telah berhasil mengalahkan semua perlawanan Bali, dengan ribuan orang Bali menjadi korban tewas, menyerah, atau melakukan ritual puputan.
Lombok dan Karangasem selanjutnya menjadi bagian dari Hindia Belanda, dan pemerintahan dijalankan dari Bali.
Pada Juli 1894, Belanda berkeputusan untuk mengirimkan ekspedisi militer dengan tujuan menggulingkan kekuasaan penguasa Mataram. Tiga kapal dikirim dari Batavia, yaitu Prins Hendrik, Koningin Emma, dan Tromp, untuk mengangkut 107 perwira, 1.320 tentara Eropa, 948 tentara pribumi, dan 386 kuda.
Sejak bulan Agustus 1894, pasukan Bali mulai menentang kehadiran militer Belanda dalam konflik tersebut. Pada malam hari tanggal 25 Agustus 1894, secara mendadak mereka menyerang kamp militer Belanda yang berpenghuni 900 orang yang didirikan di dekat Istana Mayura di Cakranegara, dan berhasil menewaskan lebih dari 500 orang tentara, pelaut, dan kuli yang berada di sana. Di antara korban tewas serangan tersebut adalah Jenderal P.P.H. van Ham, panglima pasukan Belanda. Belanda kemudian mundur dan berkubu dalam benteng di pinggir pantai.
Belanda kembali dengan bala bantuan tambahan di bawah komando Jenderal Vetter. Mataram diserang hingga benar-benar hancur.
Pada tanggal 8 November 1894, Belanda secara sistematis menembakkan meriam kepada posisi pasukan Bali di Cakranegara, sehingga menghancurkan istana, menewaskan sekitar 2.000 orang Bali, sementara mereka sendiri kehilangan 166 orang.
Pada akhir November 1894, Belanda telah berhasil mengalahkan semua perlawanan Bali, dengan ribuan orang Bali menjadi korban tewas, menyerah, atau melakukan ritual puputan.
Lombok dan Karangasem selanjutnya menjadi bagian dari Hindia Belanda, dan pemerintahan dijalankan dari Bali.
Sumber: Wiki
——————
The Dutch intervention in Lombok and Karangasem took place in 1894, and is part of the string of Dutch interventions in and around Bali, Dutch East Indies (now: Indonesia), that led to complete colonization of both Bali and Lombok by the early 20th century.
Trouble erupted in 1891 when the Muslim Sasak of Eastern Lombok arose in rebellion against the Balinese ruler of Lombok, Anak Agung Gde Ngurah Karangasem. The rebellion, following rebellions in 1855 and 1871 which had already been quashed by the Mataram ruler, erupted when he requested thousands of troops from the Sasaks in order to make an attack on the Klungkung kingdom in Bali in an attempt to become the Supreme Ruler of Bali.
In July 1894 the Dutch chose to send a military expedition to topple the Mataram ruler. Three ships were sent from Batavia, the Prins Hendrik, the Koningin Emma and the Tromp, transporting 107 officer, 1,320 European soldiers, 948 indigenous soldiers and 386 horses.
From August 1894, the Balinese chose to resist the Dutch military presence. They attacked the 900-strong Dutch military camp by surprise at night at Mayura Palace in Cakranegara on 25 August 1894, and killed more than 500 soldiers, sailors and coolies. Included among the dead was General P.P.H. van Ham, commander of the expedition. The Dutch retreated and entrenched themselves in fortifications on the coast.
The Dutch returned with more reinforcements under General Vetter. Mataram was attacked and utterly destroyed. On
8 November 1894, they made systematic artillery bombardments on the Balinese positions at Cakranegara and destroyed the palace, killing about 2,000 Balinese and losing 166 men.
By the end of November 1894, the Dutch had annihilated the Balinese positions, with thousands of dead, and the Balinese surrendered or committed puputan, ritual suicide.
——————
The Dutch intervention in Lombok and Karangasem took place in 1894, and is part of the string of Dutch interventions in and around Bali, Dutch East Indies (now: Indonesia), that led to complete colonization of both Bali and Lombok by the early 20th century.
Trouble erupted in 1891 when the Muslim Sasak of Eastern Lombok arose in rebellion against the Balinese ruler of Lombok, Anak Agung Gde Ngurah Karangasem. The rebellion, following rebellions in 1855 and 1871 which had already been quashed by the Mataram ruler, erupted when he requested thousands of troops from the Sasaks in order to make an attack on the Klungkung kingdom in Bali in an attempt to become the Supreme Ruler of Bali.
In July 1894 the Dutch chose to send a military expedition to topple the Mataram ruler. Three ships were sent from Batavia, the Prins Hendrik, the Koningin Emma and the Tromp, transporting 107 officer, 1,320 European soldiers, 948 indigenous soldiers and 386 horses.
From August 1894, the Balinese chose to resist the Dutch military presence. They attacked the 900-strong Dutch military camp by surprise at night at Mayura Palace in Cakranegara on 25 August 1894, and killed more than 500 soldiers, sailors and coolies. Included among the dead was General P.P.H. van Ham, commander of the expedition. The Dutch retreated and entrenched themselves in fortifications on the coast.
The Dutch returned with more reinforcements under General Vetter. Mataram was attacked and utterly destroyed. On
8 November 1894, they made systematic artillery bombardments on the Balinese positions at Cakranegara and destroyed the palace, killing about 2,000 Balinese and losing 166 men.
By the end of November 1894, the Dutch had annihilated the Balinese positions, with thousands of dead, and the Balinese surrendered or committed puputan, ritual suicide.
Source: Wiki
——————————————————————————————————————Sumber / Source
——————————————————————————————————————Sumber / Source
Intervensi Belanda di Lombok: Wiki
Foto intervensi Belanda 1894: link
Tidak ada komentar:
Posting Komentar